Dampak Penambangan Minyak dan Gas Di Wilayah
Pesisir
(Studi di Kampung Terusan Desa Sebuntal Kecamatan Marangkayu Kabupaten
Kutai Kartanegara)
Oleh :
Haris Retno Susmiyati
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
Samarinda Kaltim
Email : harisretno@yahoo.co.id
Abstract :
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di
dunia dan memiliki wilayah laut dengan luas lebih dari dua pertiga wilayah
nasional dan wilayah laut dengan luas lebih dari dua pertiga wilayah nasional
dan wilayah pesisirnya terletak disepanjang panatai yang panjangnya 81.000 km.
Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil
memiliki keragaman potensi sumber Daya Alam yang tinggi, dan sangat penting
bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan dan penyangga kedaulatan
bangsa. Pengelolaan wilayah pesisir berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-undang
Nomor 27 Tahun 2007 dilaksanakan dengan tujuan (1) melindungi, mengkonservasi,
merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya Sumber Daya Pesisir dan
Pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan; (2)
menciptakan keharmonisan dan sinergi antara pemerintah dan Pemerintah Daerah
dalam Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-pulau kecil; (3) memperkuat
peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif
masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-pulau kecil agar
tercapai keadilan, keseimbangan dan keberlanjutan; dan (4) meningkatkan nilai
sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam
pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Salah satu potensi yang terdapat diwilayah pesisir
adalah penambangan Minyak dan Gas Bumi. Lebih dari 70% kegiatan perminyakan
akan berada di sekitar garis pantai. Pengaturan tentang Pertambangan Minyak dan
Gas Bumi diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001.
Namun
aktivitas penambangan tersebut telah menimbulkan berbagai persoalan seperti
yang terjadi di wilayah kampung Terusan Desa Sebuntal Kecamatan Marangkayu Kabupaten
Kutai Kartanegara oleh perusahaan pertambangan migas PT Unocal-Chevron.
Beberapa persoalan yang terjadi adalah kerusakan dan pencemaran lingkungan
pesisir; penurunan penghasilan masyarakat pesisir; terjadinya kekerasan serta
bergesernya nilai-nilai sosial yang dianut masyarakat.
Penghasilan setelah terjadi pencemaran
pantai sangat terpengaruh. Sebelum
terjadi pencemaran, pada saat musim bibit hasil tangkapan dapat mencapai 10.000
ekor dalam satu hari. Sekarang hasil yang terbesar tidak lebih dari 300 ekor
dan terkadang tidak ada sama sekali. Ketika musim angin utara adalah masa
dimana limbah Unocal masuk ke pantai Terusan sehingga musim angin Utara bukan
merupakan musim bibit lagi karena pada saat limbah masuk bibit udang
menghilang. Pengaruh limbah terhadap hasil tangkapan bibit mulai terjadi sejak
tahun 1987, namun dampak terbesar terjadi sejak tahun 1992 hingga sekarang.
Dampak tersebut hingga saat ini belum ada penyelesaian.
Berdasarkan ketentuan Pasal 8 dan Pasal 11
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen, ketentuan ini
melarang terjadinya pencemaran laut dan udara diatasnya, serta kewajiban untuk
mencegah meluasnya pencemaran tersebut.
Demikian juga Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Dampak Penambangan Migas PT Unocal-Chevron di
Kampung Terusan Desa Sebuntal Kecamatan Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara
perlu segera diupayakan penyelesaian. Upaya yang perlu dilakukan adalah
penegakan hukum terhadap terjadinya dampak yang merugikan serta segera
dilakukan rehabilitasi terhadap kondisi pesisir yang mengalami kerusakan dan
pencemaran lingkungan.